06 December 2025

Get In Touch

Sebanyak 150 Warga Indonesia Terancam Hukuman Mati di Malaysia

Kuasa Usaha Ad Interim (KUAI) KBRI Kuala Lumpur Danang Waskito (ujung kanan) bersama Sekretaris Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kementerian Hukum RI Hantor Situmorang (kedua dari kanan) dalam giat Review Penanganan Kasus WNI Teranc
Kuasa Usaha Ad Interim (KUAI) KBRI Kuala Lumpur Danang Waskito (ujung kanan) bersama Sekretaris Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kementerian Hukum RI Hantor Situmorang (kedua dari kanan) dalam giat Review Penanganan Kasus WNI Teranc

JAKARTA (Lentera) - Atase Hukum Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur, Konsulat Jenderal RI (KJRI) Johor Bahru, dan KJRI Penang di Malaysia menangani 150 warga negara Indonesia (WNI) yang terancam hukuman mati.

Berdasarkan data terkini yang dihimpun oleh KBRI Kuala Lumpur bersama seluruh perwakilan RI di Malaysia, Kuasa Usaha Ad Interim (KUAI) KBRI Kuala Lumpur, Danang Waskito menyebutkan kasus para WNI di Semenanjung Malaysia tersebut masih dalam proses penyidikan, persidangan, maupun tahap banding.

"Atase Hukum KBRI Kuala Lumpur, KJRI Johor Bahru, dan KJRI Penang menjalankan peran strategis dalam memastikan setiap WNI yang menghadapi ancaman hukuman mati mendapatkan pendampingan hukum yang layak dan proses peradilan yang adil (fair trial)," kata Danang saat membuka giat Review Penanganan Kasus WNI Terancam Hukuman Mati dan NonHukuman Mati di Malaysia, di Kuala Lumpur, Malaysia, seperti dikutip dari keterangan yang dikonfirmasi di Jakarta merilis Antara, Rabu (3/12/2025).

Dijelaskannya, berbagai upaya telah dilakukan oleh pihak Indonesia dalam memberikan perlindungan terhadap WNI yang terlibat kasus hukum di Malaysia. Seperti menunjuk pengacara pembela (defence counsel) bagi WNI yang terancam hukuman mati bagi yang tidak mampu secara finansial, serta melakukan pemantauan langsung terhadap proses persidangan, termasuk menghadiri sidang-sidang penting untuk memastikan hak-hak terdakwa dihormati.

Kemudian melakukan kunjungan konsuler ke tahanan guna memastikan kondisi fisik dan psikologis mereka tetap stabil; membangun komunikasi dengan otoritas hukum Malaysia, baik kepolisian, kejaksaan, mahkamah, maupun lembaga pemasyarakatan, untuk memperoleh informasi akurat dan memperjuangkan perlakuan yang manusiawi bagi para WNI; hingga menyiapkan dukungan advokasi dan komunikasi diplomatik, terutama pada tahap-tahap krusial seperti permohonan pengampunan kepada Yang diPertuan Agong atau Sultan Negeri.

Danang mengungkapkan, sebagian besar kasus yang ditangani KBRI di Malaysia berkaitan dengan tindak pidana narkotika, baik sebagai kurir, pihak yang tertipu oleh sindikat, maupun yang terlibat tanpa pemahaman penuh mengenai konsekuensinya.

"Selain itu, terdapat pula kasus pembunuhan dan tindak pidana berat lainnya, yang juga menuntut perhatian serius karena masing-masing kasus memiliki dimensi hukum, sosial, dan kemanusiaan yang berbeda," ungkapnya.

Menurutnya, tantangan yang dihadapi saat ini di lapangan pun masih sangat besar lantaran setiap kasus memiliki dinamika hukum yang berbeda, mulai dari kesulitan pembuktian, perbedaan bahasa, keterbatasan pemahaman hukum oleh terdakwa, hingga lamanya proses banding.

“Oleh karena itu, koordinasi lintas lembaga menjadi kunci utama dalam memperkuat efektivitas pelindungan hukum dan diplomatik bagi para WNI,” tandasnya.

Selain itu, lanjutnya, penting bagi pemerintah RI untuk memastikan agar setiap langkah yang diambil tidak hanya reaktif, tetapi juga preventif. Perlu terus diperkuat edukasi hukum dan kesadaran risiko hukum bagi calon pekerja migran agar mereka memahami sepenuhnya konsekuensi dari setiap tindakan di negara tujuan.

Dia berharap, berbagai upaya yang telah dilakukan dapat memperkuat sinergi dan menghasilkan langkah nyata dalam memberikan harapan dan keadilan bagi WNI yang tengah menghadapi situasi sulit di luar negeri, khususnya di Malaysia.

Sementara itu, Sekretaris Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kementerian Hukum RI, Hantor Situmorang menyebutkan Atase Hukum pada KBRI Kuala Lumpur, yang merupakan kepanjangan tangan Ditjen AHU Kemenkum RI di luar negeri, memiliki peran substantif terhadap pelindungan WNI, salah satunya terkait isu status kewarganegaraan yang merupakan perhatian Presiden RI Prabowo Subianto.

Maka dari itu, katanya, kegiatan peninjauan penanganan kasus WNI tidak hanya merupakan wujud kepedulian negara terhadap WNI yang terjerat hukuman mati di luar negeri. 

"Tetapi memastikan pemahaman dan interpretasi yang tepat terhadap sistem hukum nasional sekaligus menjembatani komunikasi hukum lintas negara, baik dengan otoritas setempat, hingga pemangku kepentingan lainnya, seperti profesi hukum di Malaysia," katanya.

Saat ini, pemerintah Malaysia tengah menjalankan reformasi sistem hukuman mati yang membuka peluang, untuk mengajukan peninjauan kembali (review) dan permohonan keringanan hukuman (resentencing).

Malaysia merupakan salah satu negara dengan sistem hukum yang masih menerapkan hukuman mati bagi sejumlah tindak pidana berat, seperti pembunuhan, narkotika, dan senjata api.

Ditambahkannya, walaupun pemerintah Malaysia telah melaksanakan reformasi hukum terhadap mandatory death penalty alias hukuman mati wajib dan memberikan kewenangan kepada hakim untuk menjatuhkan hukuman alternatif, seperti penjara seumur hidup atau jangka waktu panjang, hukuman mati tetap diberlakukan dalam sistem peradilan Malaysia.

"Oleh karena itu, penerapannya tetap memerlukan perhatian dan upaya diplomatik yang serius dari pihak Indonesia, terutama bagi WNI yang masih menghadapi ancaman hukuman tersebut," imbuhnya.

 

 

Editor: Arief Sukaputra

 

Share:
Lenterajogja.com.
Lenterajogja.com.