JAKARTA (Lentera) - Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya), mengatakan hasil pleno di Jakarta, Selasa (9/12/2025) yang menghasilkan penunjukan KH Zulfa Mustofa sebagai PJ Ketum PBNU tidak sah. Gus Yahya mengatakan tidak mungkin ada dua ketua umum.
"Enggak, enggak mungkin ada dua, wong tidak mungkin ada dua," kata Gus Yahya di Jakarta, Rabu (10/12/2025).
Gus Yahya menandaskan bahwa jika Pleno tidak sah, maka penunjukan PJ Ketua Umum PBNU juga tidak sah. "Lha kalau Plenonya enggak sah itu kayak.. masa ya bisa dianggap sah gitu lho," ujarnya.
Lebih lanjut ia mengatakan tak ada kader NU ataupun Nahdliyin yang mau organisasi itu pecah. Tentunya, semua pengurus di akar rumput juga ingin tidak ada dualisme.
"Ke bawah semuanya orang tidak mau NU pecah, tidak ada. Enggak ada yang mau NU pecah, enggak ada," katanya melansir Media Indonesia.
Lebih jauh Gus Yahya menyebut para kiai di pesantren dan cabang-cabang NU di daerah ingin NU bersatu atau islah.
"Lihat pernyataan-pernyataan, mana yang memang beneran orang-orang yang sungguh-sungguh punya komitmen kepada NU," ucap dia.
Gus Yahya menuturkan, pengurus- pengurus PCNU sudah tidak terhitung mengirimkan surat agar NU tetap utuh.
Menurut Gus Yahya, isu soal perebutan urusan konsesi tambang, merupakan manuver atau opini.
"Masalah itu soal manuvering, ya namanya manuvering, opini ini biasalah. Ya. Nanti insyaallah ada jalan keluar," tutup Gus Yahya.
kubu Gus Yahya juga meminta Kementerian Hukum untuk tidak mengesahkan perubahan susunan PBNU masa khidmat 2022–2027. Kubu ini juga menilai pemberhentian Gus Yahya sebagai Ketua Umum PBNU dalam Rapat Harian Syuriyah pada 20 November 2025 tidak memiliki dasar hukum dan tidak sah.
Hal tersebut dilayangkan kelompok Kramat kepada Kementerian Hukum (Kemenkum) melalui surat untuk menanggapi dinamika terkini persoalan di PBNU.
Pernyataan resmi yang ditandatangani Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf dan Wakil Sekretaris PBNU Najib Azca itu menyebutkan bahwa sesuai Anggaran Rumah Tangga (ART) Nahdlatul Ulama Pasal 40 ayat (1) huruf e, Ketua Umum dipilih langsung oleh muktamirin dalam Muktamar sehingga berkedudukan sebagai Mandataris Muktamar.
“Sebagai Mandataris Muktamar, Ketua Umum tidak dapat diberhentikan kecuali terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, serta harus diputuskan melalui Muktamar Luar Biasa sebagaimana diatur dalam ART Pasal 74,” demikian pernyataan yang diterima NU Online, situs media resmi Nahdlatul Ulama, Rabu (10/12/2025) melansir bloombergtecknoz..
Kubu PBNU juga menilai bahwa ketentuan dalam Peraturan Perkumpulan Nomor 13 Tahun 2025 Pasal 8 mengenai pemberhentian fungsionaris tidak dapat diterapkan terhadap Ketua Umum karena posisinya sebagai Mandataris Muktamar. Dengan dasar tersebut, mereka menilai keputusan Rapat Harian Syuriyah yang memberhentikan Ketua Umum dinilai tidak memiliki landasan hukum yang sah.
Rapat Pleno Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menetapkan Wakil Ketua Umum KH Zulfa Mustofa sebagai Penjabat (Pj) Ketua Umum PBNU. Zulfa menggantikan sementara posisi Ketua Umum Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya dalam memimpin Tanfidziyah. (*)
Editor : Lutfiyu Handi/berbagai sumber




.jpg)
