SURABAYA (Lentera) - Ratusan jagal dan pedagang daging se-Kota Surabaya menolak rencana relokasi Rumah Potong Hewan (RPH) Surabaya yang dinilai dilakukan tanpa dialog dengan para pihak yang terdampak langsung. Menanggapi hal itu, Ketua Komisi B DPRD Surabaya, Muhammad Faridz Afif, berharap Pemkot dan RPH mulai melakukan sosialisasi secara bertahap untuk memberikan kepastian dan rasa aman bagi para jagal.
“Mereka sebenarnya hanya butuh kepastian dan kenyamanan. Karena itu kami berharap Pemkot meyakinkan mereka agar mau dan puas pindah ke Tambak Osowilangun,” katanya menghadapi aksi unjuk rasa pada jagal dan pedagang daging di depan Kantor DPRD Kota Surabaya, Selasa (9/12/2025).
Afif juga mengatakan pihaknya telah memberikan berbagai solusi kepada para jagal, namun mereka tetap bersikeras menolak relokasi ke Tambak Osowilangun dan meminta tetap berada di Pegirian. “Tadi teman-teman mitra jagal sudah kami berikan solusi, tapi mereka masih tidak mau pindah ke Tambak Osowilangun. Mereka bersikeras tetap minta di Pegirian,” kata Afif, Selasa (9/12/2025).
Ia mengungkapkan, fasilitas di lokasi baru sudah memenuhi standar, mulai dari kandang, kantor, instalasi pengolahan air limbah (IPAL), hingga bangunan yang dinilai lebih layak dibandingkan lokasi lama.
“Pemkot sudah memfasilitasi tempat yang lebih bagus dan lebih layak. Semua sudah sesuai standardisasi. Kami ingin para mitra jagal bisa nyaman di sana,” ungkapnya.
Selain itu, Pemkot juga telah menyiapkan fasilitas transportasi distribusi daging dari Tambak Osowilangun ke Pasar Arimbi, namun tawaran tersebut tetap ditolak oleh para jagal.
Sementara itu, Direktur Utama (Dirut) RPH Surabaya, Fajar Arifianto Isnugroho, menegaskan proses dialog antara para jagal, Pemkot, dan DPRD Surabaya masih terus berlangsung menyusul penolakan rencana relokasi RPH Surabaya.
“Alhamdulillah, hari ini adalah pertemuan lanjutan dari pertemuan di RPH pada 19 Desember lalu. Kami menyerahkan sepenuhnya kepada Komisi B untuk mengelola situasi ini,” ucap Fajar.
Menurut Fajar, dinamika dalam proses negosiasi memang tidak bisa diselesaikan secara cepat. Komisi B disebut memiliki peran penting untuk mempertemukan dua kepentingan para jagal yang menolak pindah, dan RPH beserta Pemkot yang berupaya mencari solusi terbaik.
“Dinamika seperti ini memang harus dilalui, karena mencari solusi tidak bisa instan,” ucapnya.
Fajar juga menyinggung faktor psikologis para jagal yang dinilai tengah tertekan oleh momentum libur akhir tahun, persiapan Ramadan, serta tingginya harga sapi di pasaran.
Terkait kemungkinan opsi selain relokasi, Fajar menegaskan bahwa Tempat Operasional Efektif (TOE) yang telah selesai dibangun memang disiapkan untuk digunakan. Relokasi, menurutnya, merupakan bagian dari rencana penataan tata kota Surabaya.
“Prinsipnya, setelah TOE sudah jadi, harus kita gunakan. Itu bagian dari pengembangan tata kota. Ampel sekarang sudah bukan kawasan pinggir lagi,” ujarnya.
Ia menjelaskan, Pemkot tengah menata ulang kawasan Ampel agar lebih terintegrasi sebagai kawasan wisata religi menghubungkan masjid, terminal, pusat kuliner, hingga area perdagangan. Keberadaan lokasi pemotongan hewan di tengah kawasan tersebut dianggap tidak sesuai.
“Di tempat pemotongan itu ada limbah, ada bau, ada kotoran. Tentu tidak nyaman kalau kawasan itu akan dijadikan wisata religi,” pungkasnya. (*)
Reporter: Amanah
Editor : Lutfiyu Handi





.jpg)
