OPINI (Lentera) -Tahun 2024 pemerintah pernah merilis daftar Top 10 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) penyumbang dividen terbesar. Tapi banyak juga BUMN yang menelan pil pahit. Penyebab terbesarnya ya 'korupsi".
Mengurangi kisruh BUMN, Presiden Prabowo Subianto berencana melakukan rasionalisasi dan penyederhanaan jumlah BUMN. Pengurangan jumlah, dari sekitar 1.000 menjadi 240-an. Langkah ini diharapkan agar BUMN lebih fokus, efisien, dan kompetitif di tingkat global. Serta mengurangi potensi korupsi.
Supaya lebih efisien kita harus menerapkan standar bisnis internasional dalam pengelolaan BUMN dan merekrut talenta terbaik untuk mengelola BUMN. Selain itu, penyegaran manajemen BUMN juga penting untuk meningkatkan performa kinerja dan menutup peluang korupsi, lanjut Prabowo.
***
Kita lihat para peraih prestasi. Pertama, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk sebagai penyumbang dividen terbesar. Nilainya mencapai Rp 25,715 triliun.
Kedua, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. dengan nilai dividen sebesar Rp 17,179 triliun. Kemudian PT Mineral Industri Indonesia (Persero) atau MIND ID dengan nilai dividen sebesar Rp 11,214 triliun.
BUMN lain juga mencatatkan dividen besar: PT Pertamina (Persero) sebesar Rp 9,357 triliun, PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk sebesar Rp 9,211 triliun, dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk sebesar Rp 6,277 triliun.
Dividen yang dihasilkan oleh BUMN itu, sebagian disetorkan ke negara sebagai pendapatan negara bukan pajak. Dividen ini merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang digunakan untuk membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Ciri prestasi 10 BUMN ada pada tata kelola manajerial yang benar, ekspansi dan inovasi tiada henti. Tapi dibalik kesuksesan ada pengalaman yang paling menohok bagi mereka yang pernah menelan kecelakaan berat tersangkut korupsi.
Masih terngiang dalam ingatan, skandal keuangan yang mengguncang BUMN Jiwasraya. Satu skandal keuangan terbesar waktu itu. Kasus ini bermula dari pengelolaan keuangan yang buruk akibat korupsi. Direksi maupun Dewan komisaris PT. Asuransi Jiwasraya (Persero) terjerat hukum.
Jiwasraya telah mengalami defisit sejak tahun 2002 dan terus mengalami kesulitan keuangan hingga tahun 2018. Pada tahun 2008, perusahaan ini menerbitkan reksa dana penyertaan terbatas dan reasuransi untuk menghilangkan kerugian, namun langkah ini tidak cukup untuk mengatasi masalah keuangan.
Pada tahun 2012, Jiwasraya meluncurkan produk JS Saving Plan dengan garansi return 12 persen per tahun. Namun, perusahaan tidak mampu membayar klaim nasabah ketika jatuh tempo. Pada tahun 2018, Jiwasraya gagal membayar klaim polis jatuh tempo nasabah senilai Rp 802 miliar.
Waktu itu Badan Pemeriksa Keuangan menemukan penyimpangan pengelolaan keuangan perusahaan dan menyerahkan laporan hasil pemeriksaan investigatif kepada Kejaksaan Agung. Setelah melakukan penyelidikan, Kejaksaan Agung menemukan kerugian negara sebesar Rp16,81 triliun.
Kasus Jiwasraya menjadi contoh nyata betapa pentingnya transparansi dan pengawasan internal dalam pengelolaan keuangan BUMN. Kasus ini juga menunjukkan bahwa korupsi dapat menyebabkan kerugian besar pada negara dan merusak kepercayaan masyarakat.
Apa hebatnya BRI?
BRI menjadi salah satu pilar utama perbankan nasional dengan jaringan luas yang menjangkau hingga pelosok desa. Masyarakat desa merasa ter-ladeni oleh BRI. Lebih dari 8.629 unit kantor cabang dan 20.864 mesin ATM yang tersebar di seluruh Indonesia, BRI memudahkan masyarakat untuk mengakses layanan perbankan.
BRI juga menawarkan berbagai produk dan layanan yang lengkap, mulai dari tabungan, deposito, kredit, hingga investasi. Produk-produk ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan nasabah dari berbagai kalangan, baik individu maupun perusahaan.
BRI memiliki layanan digital yang terus ditingkatkan. Dengan aplikasi BRImo, nasabah dapat melakukan berbagai transaksi secara mudah dan cepat, tanpa harus datang ke kantor cabang. Fitur-fitur seperti tarik tunai dan setor tunai tanpa kartu di ATM BRI, pembukaan rekening digital, dan dompet digital terintegrasi membuat nasabah semakin nyaman dalam bertransaksi.
Berikut beberapa BUMN yang pernah mengalami kesulitan keuangan:
Jiwasraya (2018): Mengalami kesulitan keuangan parah akibat pengelolaan keuangan yang buruk dan tindakan korupsi, dengan kerugian negara mencapai Rp16,8 triliun. Waskita Karya (2020): Mengalami kesulitan keuangan dan restrukturisasi utang. Adhi Karya (2020): Mengalami kesulitan keuangan dan restrukturisasi utang.
Dengan demikian, kisah Jiwasraya, Waskita Karya, dan Adhi Karya menjadi pengingat bagi BUMN lainnya: jangan sampai 'kolep' menjadi 'kolepsen' alias koleps nya ngenes!
Semoga pengalaman pahit ini dapat menjadi pelajaran berharga untuk meningkatkan transparansi, pengawasan, dan pengelolaan keuangan yang baik, sehingga BUMN dapat menjadi tulang punggung perekonomian negara yang kuat dan berkelanjutan (*)
Penulis: M. Rohanudin|Editor: Arifin BH





.jpg)
