MADIUN (Lentera) — Kasus dugaan pengeroyokan kembali mencoreng dunia pendidikan. Seorang siswa kelas XI-7 SMA Taruna Angkasa Madiun, AAM (16), menjadi korban penganiayaan oleh kakak tingkatnya. Orang tua korban, Edi Sutikno, resmi melaporkan kejadian itu kepada pihak berwajib, Kamis (4/12/2025). Laporan tersebut terdaftar dengan Laporan Polisi Nomor: STTLP/B/82/XII/2025/SPKT/POLRES MADIUN KOTA/POLDA JAWA TIMUR.
Peristiwa tersebut diduga terjadi pada Selasa malam (2/12/2025), sekitar 20.00 WIB. Saat itu korban sedang sakit dan dirawat di UKS sekolah. Korban sempat menjalani pemeriksaan oleh petugas UKS dan disuruh istirahat di UKS. Kemudian sekitar pukul 21.30 WIB korban dibangunkan kakak kelas dan disuruh ke 103.
“Anak saya dipukuli hingga pingsan. Ketika sadar, dipukul lagi sampai tidak bisa membuka mata. Kejadian berlangsung hingga tengah malam,” ujar Edi saat ditemui usai membuat laporan.
Masih kata Edi, menurut kronologi dari pihak sekolah, terdapat 10 siswa yang telah mengakui keterlibatannya. Namun, penuturan korban menyebut jumlah pelaku bisa mencapai 20 orang, mayoritas kakak kelas dari tingkat XII. Motif penganiayaan belum diketahui.
Pasca kejadian, korban sempat dilarikan ke UGD RS dr. Efram Harsana Maospati. Ia kemudian dirawat di bangsal untuk pemeriksaan lanjutan.
Dokter jaga melakukan visum luar dan mendapati banyak luka memar di sekujur tubuh: dada, lengan kanan-kiri, tangan, paha, hingga punggung. Terdapat pula hematom pada bagian belakang kepala kiri. Behel gigi korban terlepas, diduga akibat benturan keras.
“Semua luka sudah terdokumentasi dalam visum, termasuk ukurannya. Hari ini anak saya juga akan menjalani USG, MRI, dan panoramic untuk memastikan kondisi internal,” tambah Edi.
Orang tua korban juga menyoroti lemahnya pengawasan pihak sekolah. Korban yang tengah sakit di UKS bisa keluar tanpa prosedur pengawasan yang jelas. “Seharusnya ada izin, pemantauan, atau SOP yang jelas. Ini kelalaian fatal dan jadi awal terjadinya pengeroyokan,” tegasnya.
Edi mengaku mendapat informasi bahwa lokasi pengeroyokan dipilih di area yang tidak terpantau CCTV.“Kami ingin ada efek jera. Tahun 2024 juga terjadi kasus yang berujung kematian di sekolah ini. Jangan sampai budaya kekerasan terus hidup,” ujarnya.
Selain penegakan hukum, ia meminta sekolah meningkatkan pembinaan karakter serta memperketat pengawasan agar kejadian serupa tidak terulang.
Sementara itu Kasat Reskrim Polres Madiun Kota Iptu Agus Riadi dikonfirmasi melalui saluran telepon mengatakan masih mendalami kasus."Ini masih pendalaman," katanya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak sekolah belum memberikan pernyataan resmi kepada media terkait
Reporter : Wiwiet Eko Prasetyo
Editor : Lutfiyu Handi





.jpg)
