SURABAYA ( LENETRA ) - Sejak beberapa tahun terakhir, berbagai liputan media mencatat bagaimana Bilebante tumbuh sebagai desa wisata berkelanjutan.
Daya tarik utama Bilebante adalah pengalaman immersive yang membuat wisatawan bukan hanya datang, melihat, lalu pergi. Begitu memasuki kawasan desa, pemandangan hamparan sawah terbuka menyambut bak permadani hijau. Jalur-jalur kecil di antara pematang menjadi trek favorit untuk bersepeda santai atau jelajah ATV.
Paket tur yang dirancang warga mengajak wisatawan menelusuri rute yang membelah kebun sayur, alur irigasi, jembatan bambu kecil, hingga sudut-sudut kampung yang masih mempertahankan arsitektur rumah tradisional.
Bilebante layak dinobatkan sebagau lokasi terbaik di Lombok untuk menikmati keheningan pedesaan sambil menyerap panorama terbuka.
Namun bukan hanya lanskap yang memikat wisatawan. Salah satu ikon yang kini menjadi ciri khas Bilebante adalah spa tepi sawah. Sebuah konsep perawatan tubuh yang memadukan pijat tradisional dan ramuan herbal lokal dengan suasana alam terbuka.
Di sebuah sekenem atau saung bambu sederhana di pinggir persawahan, wisatawan dapat berbaring menikmati hembusan angin dan suara pesawahan sambil dipijat oleh terapis lokal bersertifikat. Ada pula pilihan ruang ber-AC bagi mereka yang ingin kenyamanan lebih.
Paket spa ini sebagai salah satu layanan paling dicari, bukan hanya karena harganya terjangkau, tetapi karena atmosfernya sulit ditiru destinasi lain yaitu rileks tanpa rekayasa, alami tanpa dekorasi berlebihan.
Sesudah spa, wisatawan biasanya diarahkan menuju Pasar Pancingan, ruang publik yang menggabungkan aktivitas memancing, kuliner, dan interaksi sosial.
Di sinilah banyak pengunjung mencicipi kuliner khas desa, terutama Ayam Merangkat. Masakan ayam pedas berbumbu lengkuas yang disebut-sebut sebagai 'kakak' dari ayam taliwang karena rasa dan teknik memasaknya yang lebih tua secara tradisi.
Sajian lain yang menjadi kejutan bagi banyak tamu adalah Serabi Rumput Laut. Inovasi warga yang memadukan hasil budidaya rumput laut dengan makanan tradisional. Disebutkan bahwa olahan rumput laut ini menjadi sumber pendapatan baru bagi sejumlah keluarga, dengan omzet bertumbuh sejak Bilebante dikenal sebagai desa wisata.
Desa ini berhasil memperlihatkan bagaimana pariwisata mampu menciptakan lapangan kerja non-pertanian tanpa meninggalkan karakter agraris yang menjadi identitas utama.
Wisatawan mancanegara juga semakin ramai. Dalam wawancara kepala desa yang dimuat dalam pemberitaan terkait Wonderful Indonesia Awards, Bilebante menyambut turis dari Prancis, Jerman, Malaysia, hingga negara Asia Tenggara lainnya. Fakta ini menguatkan kesan bahwa Bilebante bukan lagi destinasi alternatif, tetapi sedang bergerak menuju destinasi utama bagi mereka yang mencari suasana pedesaan yang autentik.
Banyak di antara mereka memilih Bilebante sebagai tempat singgah antara Mandalika dan Mataram, mengingat akses yang sangat dekat dari Bandara Internasional Lombok, sekitar 20-30 menit perjalanan darat.
Dengan semua keunggulan itu, Bilebante bukan hanya menawarkan wisata, melainkan sebuah pengalaman slow living yang benar-benar terasa. Setiap aktivitas, mulai dari menanam padi, belajar membuat olahan rumput laut, hingga minum teh sereh sambil menatap matahari terbenam di antara garis pematang, menjadi bentuk perenungan kecil tentang kehidupan yang lebih sederhana.
Di sinilah letak kekuatan desa ini. Wisatawan tidak sekadar menikmati alam, tetapi juga merasakan ritme sehari-hari masyarakat yang tetap berjalan apa adanya.
Pemerintah desa dan para pengelola wisata pun tidak ingin kehilangan arah. Sejumlah aturan lokal diterapkan untuk memastikan keberlanjutan lingkungan, seperti pembatasan sampah plastik, penggunaan material bambu untuk fasilitas wisata, serta edukasi etika berkunjung kepada tamu.
Kemenparekraf menyebut desa ini sebagai contoh bagaimana pariwisata berkelanjutan dapat dijalankan tanpa merusak identitas kampung dan tanpa eksploitasi alam berlebihan.
Pada akhirnya, Bilebante menawarkan sesuatu yang jarang dimiliki destinasi wisata modern yaitu keaslian.
Tidak ada bangunan megah, tidak ada atraksi buatan, tidak ada gimmick visual, yang ada justru desa yang membiarkan dirinya apa adanya, dan justru itu yang membuatnya dicintai.
Jika Lombok selama ini dikenal lewat pantai dan lautnya, maka Bilebante adalah pengingat bahwa pesona daratan, sawah, dan kehidupan desa juga punya daya tarik yang sama kuatnya. Sebuah destinasi yang membuktikan bahwa keindahan sejati terkadang justru hadir dari hal-hal paling sederhana.(ist,rls/dya)





.jpg)
