12 December 2025

Get In Touch

Soal Dana Desa, Komisi A DPRD Jatim Siap Bawa Aspirasi Kades ke Kemenkeu

Anggota Komisi A DPRD Jatim, Sumardi
Anggota Komisi A DPRD Jatim, Sumardi

SURABAYA (Lentera) - Rencana penundaan pencairan Dana Desa tahun 2026 memicu respons cepat dari Komisi A DPRD Jawa Timur, setelah banyak menerima keluhan dari para kepala desa.

Kebijakan yang tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2025 itu dinilai membuat pemerintah desa berada dalam posisi sulit, karena berpotensi mengganggu perencanaan pembangunan di tingkat desa.

Anggota Komisi A DPRD Jatim, Sumardi mengatakan pihaknya telah menemui para kepala desa, yang tergabung dalam Persaudaraan Kepala Desa Indonesia (PKDI) Jawa Timur.

“Beberapa waktu lalu kami bertemu dengan pihak PKDI Jawa Timur, karena mereka resah adanya rencana penundaan pencairan dana desa,” ungkap Sumardi, Senin (8/12/2025).

Menindaklanjuti keluhan tersebut, Komisi A DPRD Jatim memastikan akan segera bertolak ke Jakarta untuk menyampaikan langsung aspirasi para kepala desa kepada kementerian terkait, termasuk Kementerian Keuangan RI.

Sumardi menyebut, langkah itu penting agar pemerintah pusat mempertimbangkan ulang kebijakan penundaan yang dinilai berpotensi menimbulkan dampak luas di desa.

“Dalam waktu dekat Komisi A akan ke Jakarta untuk membawa aspirasi dari para kepala desa, agar pemerintah tidak menunda pencairan dana bantuan desa di tahun 2026 mendatang,” lanjutnya.

Menurut Sumardi, rencana penundaan tersebut berkaitan dengan ketentuan dalam PMK 81/2025, khususnya Pasal 29B, yang mengatur penundaan dan sanksi berat bagi Dana Desa Tahap II apabila pemerintah desa tidak memenuhi persyaratan administratif hingga batas waktu yang ditentukan.

“Dalam peraturan tersebut, di pasal 29B tentang penundaan dan konsekuensi berat bagi Dana Desa Tahap II yang tidak memenuhi syarat hingga batas waktu tertentu,” jelasnya.

Politisi Partai Golkar itu menilai, aturan tersebut memberatkan desa karena mekanisme penundaan dapat membuat dana tidak dicairkan, dialihkan ke prioritas nasional, atau bahkan menjadi sisa pagu negara yang berpotensi hangus pada akhir tahun anggaran.

“Pasal ini menjadi kontroversial karena dianggap memberatkan desa, membuat banyak dana DD non-earmark tidak cair dan merusak perencanaan desa,” ujarnya.

Sumardi menambahkan, ketentuan baru dalam PMK ini menimbulkan protes karena dianggap menyulitkan desa, terutama terkait pembentukan Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) yang menjadi salah satu syarat tambahan dalam pencairan dana. Ia menilai, kebijakan tersebut mempersempit ruang fiskal desa dan dapat menghambat program yang sudah disusun dalam musyawarah desa.

“Karenanya Komisi A DPRD Jawa Timur akan datang ke Jakarta menuju ke kementerian terkait membawa aspirasi kepala desa agar pemerintah tak memberlakukan aturan tersebut,” tegas legislator dari daerah pemilihan Mojokerto–Jombang itu.

Sejumlah desa diketahui mulai terdampak, akibat ketidakpastian pencairan Dana Desa tahap II Tahun Anggaran 2025. Program yang bersifat rutin seperti honor kader posyandu, guru ngaji, guru PAUD, hingga penyediaan makanan tambahan (PMT) terhenti karena dana tidak kunjung cair sejak pertengahan tahun.

Para kepala desa juga menilai, kebijakan pengalihan sebagian Dana Desa ke Koperasi Merah Putih (Kopdes) sebagaimana diatur dalam PMK 81/2025 diberlakukan secara mendadak dan berpotensi bersifat retroaktif. Kondisi itu menyebabkan anggaran desa yang sudah dirancang sejak awal tahun, menjadi tidak sinkron dengan kebijakan pusat.

 

Reporter: Pradhita/Editor:  AIs

Share:
Lenterajogja.com.
Lenterajogja.com.